PERAN ibu di tengah keluarga sangat luar biasa dan tak tergantikan. Karena itu, akankah kita biarkan angka kematian ibu terus bertambah?
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada 2015 setiap harinya sekitar 830 perempuan meninggal akibat komplikasi saat hamil dan melahirkan.
Dari jumlah tersebut, negara maju memiliki angka kematian ibu (AKI) sebanyak 16 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di negara berkembang dilaporkan sebanyak 240 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Indonesia masih tergolong tinggi.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, terjadi peningkatan AKI di Indonesia pada 2007 sebanyak 228 menjadi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup pada 2012.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Kowani sekaligus Ketua Umum Pita Putih Indonesia (PPI) Giwo Rubiyanto Wiyogo seusai menghadiri acara pertemuan tahunan Komisi Status Perempuan (Commission on the Status of Women/CSW) ke-63 di New York, Amerika Serikat.
PPI akan mengadakan pertemuan dengan Global White Ribbon Allince (GWRA) yang berpusat di Washington DC.
PPI merupakan afiliansi Pita Putih Internasional atau GWRA yang mendukung keselamatan dan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas. Saat ini, sebanyak 187 negara telah bergabung didalamnya dan 15 di antaranya telah memiliki sekretariat nasional termasuk Indonesia.
Hadir bersama dengan Ketua Umum PPI di Washington DC di antaranya Srihartati P Pandi, Rieny Hardjono, Dina Sintadewi Landini, Wincky Lestari, dan Lucy Widasari.
Melalui keterangan tertulis yang diterima Kamis (21/3), Giwo menjelaskan PPI dan GWRA akan mengadakan pertemuan membahas rencana strategis PPI agar sesuai dengan rencana strategis global, peringatan 20 tahun GWRA dan PPI, serta membahas rencana diselenggarakannya pertemuan GWRA di Indonesia pada 2020.
Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas kegiatan self care (peduli kesehatan mandiri) mengacu pada kegiatan yang dilakukan individu, keluarga, maupun masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit mengurangi terjadinya penyakit, serta berdaya memulihkan kesehatan diri sendiri serta anak-anaknya.
Dikatakan, perdarahan merupakan penyebab tersering kematian ibu.
Perdarahan itu bisa dialami oleh ibu mana kala saat sedang hamil, saat persalinan, dan dalam masa pemulihan selama 40 hari setelah melahirkan (masa nifas). Berbagai penyebab perdarahan dapat terjadi pada masa kehamilan, saat persalinan, maupun masa nifas.
Penyebab perdarahan yang dapat terjadi pada masa kehamilan diantaranya keguguran yang disengaja (dan dilakukan oleh dukun), minum obat atau ramuan jamu pengguguran kandungan secara sengaja.
Keguguran yang terjadi secara spontan dan tidak segera mendapat perawatan oleh tenaga kesehatan, kelainan letak tempat tertanamnya ari-ari pada tempat yang menutupi jalan lahir (plasenta previa), lepasnya ari-ari sebelum bayi lahir (solutio plasenta), maupun pertolongan persalinan dilakukan oleh dokter dan di rumah sakit maupun trauma fisik atau akibat tindakan kekerasan pada daerah perut ibu hamil.
Sedangkan penyebab perdarahan pada masa persalinan dapat diakibatkan oleh proses persalinan yang tidak aman ditolong dukun yang tak terlatih, usia ibu terlalu muda (kurang dari 20 tahun), ibu terlalu tua (lebih dari 35 tahun) serta kondisi fisik ibu bila tidak terjaga, melahirkan anak dengan jarak terlalu dekat, terlalu sering melahirkan, kondisi kesehatan ibu akibat penyakit kronis dan anemia (kurang darah) gizi buruk, gangguan pembekuan darah serta gangguan kelemahan kontraksi otot rahim setelah bayi dan ari-ari lahir.
Penyebab perdarahan pada masa nifas dapat diakibatkan karena minum ramuan obat atau jamu yang tidak aman untuk ibu baik setelah keguguran maupun setelah melahirkan, luka jahitan jalan lahir yang terbuka, pijat daerah perut ke dukun, gizi buruk dan lemahnya kontraksi rahim selama masa pemulihan.
Berbagai risiko harus dihadapi oleh perempuan di desa terpencil, perempuan dalam masyarakat adat, perempuan penyandang disabilitas, perempuan dipengungsian, juga perempuan dari kelompok minoritas (agama/keyakinan, suku/adat, identitas gender dan orientasi seksual).
Karena itu, Giwo mengajak masyarakat bersama-sama melakukan perencanaan kehamilan sehat dengan mengatasi berbagai faktor penyebab maupun faktor risiko terjadinya perdarahan pada saat hamil, melahirkan, dan nifas dan memberi dukungan mental serta keterlibatan seluruh anggota keluarga termasuk suami siaga, pendampingan dari suami sebagai orang terdekat yang dapat memberi dukungan selama persalinan dan pengambil keputusan saat darurat.
“Keselamatan ibu melahirkan tanggung jawab bersama, ibu sehat, Indonesia sehat. ‘No women should die giving birth’,” pungkas Giwo. (RO/OL-1)
sumber link:
http://apps.mediaindonesia.com/read/detail/224635-pita-putih-indonesia-dukung-keselamatan-ibu-sehat