Penelitian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ibu-Anak Diperlukan

PERUBAHAN iklim menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan kesehatan nasional termasuk pada kesehatan reproduksi. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Pita Putih Indonesia (PPI) Giwo Rubianto Wiyogo dalam webinar ‘Dampak Perubahan Iklim pada Kesehatan Reproduksi’. Kamis (13/10).

Dalam webinar yang digelar PPI bekerjasama dengan Perkumpulan Budi Kemuliaan dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, hadir Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura dan Administrasi Umum Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Dr Milla Herdayati, SKM.MSi sebagai keynote speaker. Menurut Giwo Indonesia, masih menghadapi tingginya angka kematian ibu (AKI) yanag saat ini merupakan nomor 5 tertinggi di ASEAN. Indonesiam, jelasnya, juga menghadapi masalah separuh ibu hamil menderita anemia dan sepertiga ibu hamil masih mengalami kurang energi kronis. “Kesehatan neonatal juga belum baik. Angka kematian bayi masih pada angka 19,5/1.000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal masih pada angka 15/1.000 kelahiran hidup. Stunting pada balita juga masih masih berada pada angka 24%. “Padahal di sisi lain, pembangunan kualitas manusia telah ditempatkan sebagai prioritas pembangunan nasional,” tegas Giwo. Lebih jauh, Giwo mengatakan, dalam laporan pada 2022, Intergovernment Panel on Climate Change (IPCC) yang merupakan think tank dari PBB untuk perubahan iklim, menyebut perubahan iklim berdampak negatif pada kehamilan dan bayi dalam kandungan. IPCC juga menyampaikan perubahan iklim dan dampaknya sampai saat ini terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan dan lebih buruk dari yang diperhitungkan. Menurutnya, dampak perubahan iklim pada kesehatan ibu dan kesehatan reproduksi menjadi sebuah hal yang strategis untuk dibahas dan diangkat. “Kami melakukan kajian berupa review literatur dari berbagai penelitian di dunia untuk menghimpun informasi tentang dampak perubahan iklim. Kami juga melakukan penelitian eksploratif beberapa wilayah,” tambahnya. Di sisi lain, Milla Herdayati mengatakan dampak perubahan iklim banyak dirasakan kelompok rentan yakni perempuan dan anak-anak. Menurut dia, perubahan iklim berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi, yaitu pada proses kehamilan, janin, hingga bayi yang dilahirkan. Ia mengatakan perubahan iklim berpengaruh pada frekuensi abortus dan kelahiran prematur yang kejadiannya adalah 20,6 per 1.000 kelahiran hidup dan 6,7 dari 100 kelahiran. “Ini terjadi di India. Kemudian kejadian autisme di Finlandia dengan risiko sekitar 2,21 dan cacat lahir di Tiongkok dengan risiko 6,5 sampai 7,18.” kata Milla. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak di Indonesia. “Kita sangat perlu ada data lokal, data nasional kita sendiri untuk menentukan langkah antisipasi,” kata dia. Perlunya penelitian lebih lanjut tersebut, ujar dia, karena data-data dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak hanya berasal dari luar negeri. “Jangankan antarnegara, antarprovinsi pun berbeda (bencana, red.), ada daerah yang lebih rawan gempa, ada yang lebih rawan banjir. Ini akan membuat sikap kita juga berbeda,” kata dia. (RO/Ant/OL-15)

Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/529679/penelitian-dampak-perubahan-iklim-terhadap-ibu-anak-diperlukan