JAKARTA, MENARA62.COM – Upaya percepatan penurunan prevalensi stunting di Indonesia membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak termasuk organisasi kemasyarakatan. Tetapi tanpa dukungan sinergitas dari sektor lain terutama dunia usaha, maka program organisasi kemasyarakatan dalam penanganan stunting menjadi tidak optimal.
“Karena itu, perlu menggerakkan kolaborasi dari dunia usaha, melalui peran dari CSR agar bisa disalurkan untuk mendorong percepatan penurunan stunting,” tutur Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo saat membuka Diskusi Publik Percepatan Penurunan Stunting dengan tema Dukungan Dunia Usaha dalam Implementasi Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang digelar secara daring, Kamis (14/7/2022).
Menurut Giwo, keterlibatan dunia usaha melalui CSR (Corporate Social Responsibility) dalam penanganan stunting sangat penting mengingat organisasi kemasyarakatan tidak termasuk dalam pendanaan yang tertera dalam Perpres 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Padahal di sisi lain, ormas memiliki peran strategis dalam membantu pemerintah menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.
Kowani sendiri lanjut Giwo bekerjasama dengan Pita Putih Indonesia, telah menandatangani kesepakatan kerjasama pada Oktober 2021 lalu tentang Gerakan Ibu Bangsa untuk Percepatan Penurunan Stunting. Gerakan ini dinilai sangat strategis dalam upaya menurunkan angka stunting secara signifikan. Alasannya, sebagai organisasi federasi perempuan tertua dan terbesar di Indonesia dengan 97 organisasi, Kowani memiliki lebih dari 87 juta anggota yang tersebar hingga ke akar rumput di seluruh wilayah Indonesia.
Sedangkan Pita Putih Indonesia, menjadi sebuah organisasi masyarakat yang turut mendukung dan membantu Pemerintah, bermitra dengan swasta, NGO, pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang memiliki visi yang sama dalam upaya percepatan penurunan AKI, AKB, AKBa (balita) serta Keselamatan Ibu hamil, Ibu bersalin, Ibu nifas, menyusui dan bayi baru lahir serta anak. Organisasi yang diresmikan 8 Mei 2002 oleh Yusuf Kalla saat menjabat Menkokesra tersebut, merupakan Aliansi dari Global White Ribbon Alliance (GWRA) yang berkedudukan di Washington D.C.
Menurut Giwo, permasalahan gizi tidak terlepas dari isu pangan di mana dunia usaha memainkan peran krusial mulai dari proses produksi hingga distribusi. Oleh karena itu menjadi alasan penting untuk menggandeng dunia usaha dalam upaya edukasi konsumsi makanan yang tepat melalui gizi seimbang.
“Keterlibatan dunia usaha dalam upaya perbaikan gizi sebagai kegiatan yang saling melengkapi dan memaksimalkan antara kapasitas Kowani – Pita Putih Indonesia dengan pelaku dunia usaha dalam menyelesaikan permasalahan gizi,” tegas Giwo.
Hingga saat ini stunting pada anak menjadi salah satu persoalan kesehatan yang dihadapi oleh Indonesia. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting masih pada persentase 24,4% dimana angka ini masih berada di atas standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu 20%. Jika situasi ini dibiarkan terus, maka Indonesia akan kehilangan satu generasi produktifnya.
“Kowani, Pita Putih Indonesia beserta seluruh mitra kerja kami di tanah air merasa prihatin dengan tingginya angka Stunting di Indonesia,” tegas Giwo.
Lebih lanjut Giwo mengatakan bahwa sejak tahun 1935 Kowani telah mengemban amanah Ibu Bangsa dimana kewajiban utama Wanita Indonesia adalah untuk mempersiapkan penerus masa depan bangsa yang kreatif, inovatif, unggul, yang sehat jasmani dan Rohani serta berkepribadian bangsa yang kuat dan nasionalis.
Dalam upaya mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan mampu mengikuti perkembangan dunia, Kowani bertanggung jawab memastikan bahwa Wanita Indonesia mampu meningkatkan kesehatan secara berkelanjutan sejak janin, balita hingga remaja.
Dalam kesempatan yang sama, Ir Siti Fathonah, PKB Ahli Utama BKKBN memaparkan dalam 8 tahun terakhir ini, stunting mengalami penurunan secara konsisten, ratarata 1,6 persen per tahun. Hingga 2021 jumlah balita stunting tercatat ,3 juta balita. Dan untuk menapai target penurunan stunting menjadi 14 persen pada 2024, dibutuhkan percepatan penurunan stunting 10,4 persen dalam 3 tahun.
Adapun tren anggaran yang mendukung program penurunan stunting, tahun 2022 mengalami penurunan menjadi Rp34,1 triliun dibanding tahun 2021 yang menapai 35,3 triliun. Selain itu terdapat penurunan jumlah Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam penurunan stunting ini dari 19 K/L pada 2021 menjadi 17 K/L pada 2022.
“Perubahan jumlah K/L ini karena BATAN dan BPPT tidak ada data anggaran setelah restrukturisasi menjadi BRIN,” tutup Siti Fathonah.