Keterlibatan Perempuan Dalam Pembangunan di Banten Baru 47 Persen

KOTA SERANG, REDAKSI24.COM – Keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan di Provinsi Banten baru mencapai 47 persen. Padahal tahun ketiga kepemimpinan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH)-Andika Hazrumy ini, Pemprov Banten sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan SDM yang berkualitas.

Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumi usai menghadiri Peringatan Hari Ibu tingkat Provinsi Banten Tahun 2019 di Plaza Aspirasi, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Selasa (10/11/2019) mengatakan, perempuan Banten usia 15 tahun ke atas baru terdapat 47 persen yang ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan di Provinsi Banten.

Dilansir data BPS, 47% nya berkontribusi aktif terhadap pembangunan di Provinsi Banten. Kontribusi aktif tersebut tidak hanya dengan cara bekerja, tetapi bagaimana mereka merawat keluarga dan anak-anaknya untuk tumbuh menjadi anak dan keluarga yang sehat.

Hal itu, kata Andika, berpengaruh kepada pembangunan Provinsi Banten. Pemprov Banten, memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dengan kemudahan aksesbilitas untuk dapat diberikan kepada masyarakat.

“Pada tahun 2020 Pemprov Banten merancang program bagaimana masyarakat Banten yang tidak mampu dapat menerima pelayanan kesehatan dengan gratis bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” tuturnya.

Ketua PPI Pusat Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan, Banten menjadi salah satu provinsi yang diprioritaskan untuk pelaksanaan kegiatan sosialisasi self care. Lantaran jumlah AKI dan AKB di Tanah Jawara ini cukup tinggi menyumbang angka nasional. “AKI dan AKB di Indonesia memang tinggi di negara-negara ASIA dan Asean,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan, saat ini AKI nasional yakni 297 per 100 ribu orang. Sedangkan target Millennium Development Goal’s (MGD’s) 2030 yakni 70 per 100 ribu orang. “Apakah target itu bisa tercapai kalau tidak ada sinergi antara pusat dan daerah serta seluruh stakeholder,” tutur Giwo.

Kata dia, tak hanya di Banten, tapi juga perempuan di kota-kota besar yang pendidikan perempuannya rata-rata tinggi juga mengalami AKI. Hal itu terjadi karena ada keinginan untuk mempunyai anak di atas usia 35 tahun, anak terlalu banyak, serta jarak antar anak yang berdekatan menjadi pemicu AKI. “Perempuan tidak harus mati saat melahirkan. Ada juga penyebab lainnya seperti terlambat memutuskan, terlambat mendapat pertolongan, dan terlambat ke tempat bersalin juga menjadi pemicu AKI dan banyak terjadi di kota-kota besar,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Pita Putih Indonesia (PPI) Provinsi Banten, Adde Rosi Khoerunnisa mengajak para perempuan untuk memperhatikan kesehatan. Pasalnya, perempuan selain membawa diri sendiri juga membawa anak-anak.

“Perempuan itu multi job. Perannya tidak hanya merawat rumah dan suaminya, tapi juga anak-anak yang harus mendapatkan perhatian dan pendidikan dari sang ibunda. Hal ini yang menjadi pedoman bahwa perempuan harus memiliki kesadaran lebih tinggi dari pada laki-laki,” katanya.

Dalam acara tersebut, dilakukan juga sosialisai selfcare. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, maupun keterampilan ibu-ibu supaya tetap sehat. mengajarkan cara-cara mengambil keputusan dan langkah-langkah segera yang harus diambil dalam kondisi kritis.

“Ketika perempuan sehat maka anak-anak, keluarga, komunitas, dan negara juga akan sehat,” tandasnya. (Luthfi/Difa)