SuaraKarya.id –DUBAI: Workshop White Ribbon Alliance (WRA) yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat bekerja sama dengan Bill and Melinda Gates Foundation (BMGF) menghelat workshop internasional selama 4 hari, dimulai dari tanggal 27 Februari-2 Maret 2018 di Dubai, Uni Emirate Arab.
Workshop ini digelar bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang prioritas Aliansi Nasional dan bagaimana menemukan cara yang tepat untuk dapat mengoperasionalkan rencana strategis dari WRA di seluruh negara anggota.
Demikian disampaikan Dr Giwo Rubianto Wiyogo, salah satu Anggota WRA yang hadir dalam event internasional tersebut, dalam rilisnya, Rabu (7/3/2018).
Menurut Giwo, workshop diikuti oleh delegasi perempuan dari 4 negara Asia yaitu India, Pakistan, Bangladesh serta Indonesia.
“Sebelumnya telah dilaksanakan juga acara workshop untuk anggota WRA regional Afrika pada tanggal 20-23 Februari 2018 di Dar Es Saalam,” ujar Giwo yang dikenal sebagai Ketum Kowani.
Pada dua acara tersebut, berlangsung komunikasi langsung dan juga konsultasi dengan Sekretariat Global untuk membantu memajukan pemantauan, evaluasi, akuntabilitas dan pembelajaran tentang WRA.
Giwo menguraikan, delegasi melakukan kerja kelompok guna mendapatkan umpan balik mengenai jenis data yang ingin dikumpulkan sebagai bagian dari sebuah aliansi dan bagaimana data tersebut mungkin perlu dikontekstualisasikan untuk masing-masing negara.
White Ribbon Alliance merupakan organisasi sosial yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan Ibu serta anak. Lebih lanjut Giwo yang juga Ketum Aliansi Pita Putih Indonesia (PPI) menjelaskan bahwa organisasi perempuan yang juga bergerak kepada upaya kepeduian dan keberpihakan perempuan dan anak di Indonesia merupakan satu negara anggota WRA sejak tahun 2000.
Workshop kali ini juga meminta delegasi setiap negara peserta dapat memberikan presentasi tentang apa yang dianggap sebagai sebuah “kesuksesan” dan juga “kegagalan”.
Dalam pertemuan dan workshop internasional ini, PPI diwakili oleh Ketua Umumnya Giwo Rubianto Wiyogo dan salah satu Ketua PPI, Dina Sinta Dewi Landini.
Dia menjelaskan bahwa kekuatan PPI adalah dalam bidang advokasi serta Informasi, komunikasi, dan edukasi. Kekuatan ini bertumpu melalui peningkatkan kesadaran praktis akan ‘Safe Motherhood” dengan mengikutkan partisipasi masyarakat secara aktif dan bersama-sama.
“Tidak hanya memberikan informasi tetapi juga pendidikan praktis sangat penting dalam mengkampanyekan upaya mengurangi MMR dan menciptakan “agent” safe motherhood di seluruh masyarakat,” ucap Giwo.
Kerjasama yang terjalin dengan berbagai pihak seperti pemerintah, organisasi perempuan dan juga pihak swasta juga merupakan kekuatan dahsyat untuk mencapai misi kolektif. PPI kepada delegasi negara sahabat juga obyektif menyampaikan kekurangan bahkan secara ekstrem menuturkan sebuah kegagalan dalam mengelola organisasi ini.
Sebagai bagian dari sebuah otokritik dengan semangat untuk memperbaiki yang kurang menjadi lebih baik, kata Giwo, adalah hal yang wajar dan sah-sah saja.
Dalam konteks ini, mantan Ketua KPAI menyampaikan bahwa kekurangan PPI adalah kurangnya komunikasi antara pusat dan daerah yang menyebabkan kegiatan organisasi hanya bergerak di pusat saja ***